Social Icons

Kamis, 13 Oktober 2011

POLITISASI PSU



Proses Pemilukada Kota Pekanbaru putaran pertama mengantarkan pasangan Firdaus dan Ayat Cahyadi sebagai pemenang dengan jumlah suara 91.231/59.78% memenangkan suara di 12 Kecamatan yang ada di Kota Pekanbaru sedangakan pasangan Septina Primawati Rusli dan Erizal Muluk dengan jumlah suara 61358/40.21%.  Hasil ini tidak diterima oleh tim sukses  salah  satu pasangan calon Walikota Pekanbaru karena terdapat banyak pelanggaran dalam prosesnya, dan melakukan penggugatan ke Mahkamah Konstitusi hingga diputuskannya Amar keputusan MK jilit  1 untuk melaksanaan pemungutan suara ulang/PSU 14 september 2011. Amar keputusan MK jilit 1 yang mengharuskan melakukan pemungutan suara ulang/ PSU di respons oleh KPU kota Pekanbaru Yusri Munas dengan melakukan penyusunan tahapan pemungutan suara ulang/PSU mulai dari tahapan persiapan, peleksanaan dan penyelesaian demi menghormati keputusan MK. Perencanaan yang telah di rencanakan oleh KPU Kota Pekanbaru menjadi sia-sia ketika Yusri Munaf sebagai ketua KPU Kota Pekanbaru di copot menjadi Ketua KPU Kota Pekanbaru. Proses pencopotan ini menimbulkan polemik baru di dalam KPUD itu sendiri, terkait dengan komitmen untuk melaksanakan PSU tepat pada waktunya sesuai dengan amar keputusan MK. Dipilihnya  Makmur Hendrik sebagai ketua KPU baru terpilihnya secara aklamasi lewat rapat pleno KPU Kota Pekanbaru. Ketua KPU terpilih  tidak melihatkan  keseriusan untuk menyelesaikan Pemunguan Suara Ulang/PSU pradoks dengan sikap yang dilakukan oleh Makmur Hendrik yang melakukana roadshoaw ke media-media menyampaikan bahwa agenda PSU tidak dapat dilaksanakan pada tanggal 14 September 2011, Sesuai dengan hasil pleno sebelumnya pada masa ketua KPU Yusri Munaf yang meilhatkan optismisme melakukan PSU,  padahal masyarakat Kota Pekanbaru ingin segera menunaikan haknya sebagi rakyat yang taat konstitusi, ketika dalam waktu 90 hari KPU Kota Pekanbaru gagal melaksanakan Pemungutan Suara Ulang, itu berarti KPUD telah melenggar konstitusi dan mengabaikan hak rakyat Pekanbaru. Berdasarkan undang-undang No 2/2007 tentang penyelenggara pemilihan umum termasuk pemilukada, KPUD wajib melaksanakan Pemilukada sesuai dengan ketentuan yang ada. Tidak hanya itu KPUD Kota Pekanbaru secara resmi mengumumkan secara resmi di media massa pendaftaran petugas PPK dan PPS, padahal dalam undang-undang No 22 tahun 2007 pasal 42 ayat 2 dan pasal 45 ayat 4 jelas mengatakan bahwa dalam hal terjadi perhitungan suara ulang, maka pemilu susulan dan pemilu lanjutan akan dilaksanakan oleh petugas PPK dan PPS dengan masa kerja diperpanjang dan PPK dan PPS akan di bubarkan paling lambat 2 bulan setelelah pemungutan suara. Masyarakat melihat ada upaya untuk merubah DPT padahal amar keputusan MK tidak ada perintah untuk memperbaiki DPT karena pertentangan dengan PP No 6/2005 pasal 35 tentang Pilkada, DPT yang telah disyahkan PPS tidak dapat diubah kecuali ada yang meninggal. Milirik sikap KPUD sangat mengambarkan ketidak seriusan untuk melaksanakan pemungutan suara ulang tepat pada waktunya bahkan cendrung untuk mengulur-ulur waktu dari fakta di atas jelas KPUD mengabaikan hak rakyat Kota Pekanbaru untuk melakukan pemungutan suaran ulang tepat pada waktunya sesuai dengan amar keputusan MK.
Berakhirnya masa jabatan Walikota Pekanbaru Herman Abdullah pada tanggal  17 juli 2011 menjadi babak baru politik Kota Pekanbaru. Di tunjuknya Syamsurizal sebagai Penjabat Walikota Pekanbaru menjadi harapan baru bagi masyarakat kota Pekanbaru untuk menyelesaikan pemungutan suara ulang. Tapi sangat ironis sikap dan komitmen penjabat Walikota Pekanbaru yang tidak taat dengan amar keputusan MK yang memutuskan pemungutan suara ulang dilaksanakan 14 September 2011. Syamsurizal ditunjuk sebagai penjabat Walikota Pekanbaru sesuai dengan SK MENDAGRI tertanggal 15 Juli 2011 dengan Nomor 131.14-549, Alasan Penjabat walikota Pekanbaru kenapa PSU tidak dapat dilaksanakan 14 September 2011 dengan alasan angaran Pemerintah Kota tidak ada, padahal Riau merupakan Provinsi tergaya No 2 di Indonesia berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2009 tentang perubahan atas peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 44 tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan belanja pemilihan umum kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah pasal 8B ayat 2 dalam hal pemerintah Kabupaten/Kota mengalami keterbatasan kemampuan keuangan daerah untuk penyelenggraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dan/Walikota dan Wakil Walikota, pemerintah Provinsi dapat membantu pendanaan pemilu Bupati dan Wakil Bupati dan/ Wakil Walikota dan Wakil Walikota. Komitmen Penjabat Walikota pekanbaru untuk melaksanakan PSU tepat pada waktunya  semakin inkonsistensi dangan Sikap yang tergambarkan dari beberpa kebijakan Penjabat Walikota Pekanbaru  yang kontroversial seperti Pemerintah Kota Pekanbaru melalui Penjabat Walikota Syamsurizal  melakukan mutasi  134 pejabat eselon III dan eselon IV bahkan ada beberapa pejabat yang akan di demosi (penurunan eselon) Pemerintah Kota Pekanbaru, Hermanius sebagai anggota badan pertimbangan jabatan dan pangkat dan juga ketua BKD Kota Pekanbaru tidak mengetahui proses mutasi yang dilakukan pemerintah Kota Pekanbaru. Kalau melihat aturan jelas mutasi tidak dapat dilakukan oleh penjabat Walikota Pekanbaru. Berdasarkan PP No.49/2008 perubahan ke tiga atas PP No 6/2005 pasal 132 A mengatakan bahwa pj Kepala Daerah atau plt Kepala Daerah tidak boleh melakukan mutasi, membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan atau mengeluarkan izin yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya, membuat kebijakan pemekaran daerah, membuat kebijakan yang bertentangan dengan program kebijakan pejabat sebelumnya. Seharusnya pemerintah dalam melakukan mutasi harus lebih mempertimbangkan kepada evaluasi kinerja -seperti yang dikatakan oleh Andi Yusran (Akadimisi Riau). Harapan masyarakat Kota Pekanbru memiliki pemimpin untuk perubahan Kota Pekanbaru kearah yang lebih baik semakin jahu panggang dari api dengan sikap KPUD dan Penjabat Walikota Pekanbaru yang cendrung mengulur-ulur waktu. Amar keputusan MK jilit II telah ditetapkan dengan memperpanjang  pelaksanaan pemungutan suara ulang pemilikada Kota Pekanbaru selama 90 hari bertepat pada tanggal  21 Desember 2011. Keputusan ini menurut pandangan Yusril Ihza Mahendra putusan MK menggambarkan inkonsistensi antara pertimbangan putusan diktum putusannya, sehingga kontradiktif terlihat aneh. Dalam pertimbangan putusan jelas menyembutkan ada konspirasi politik melibatkan yang pemohonan, yakni pasangan Septina-Erizal Muluk dengan Kpu Pekanbaru dan Penjabat Wakikota Pekanbaru untuk menggagalkan pelaksanaan PSU. Padahal dalam sidang  Mahfud MD sebagi Ketua Hakim panel ada konspirasi untuk mengundur PSU maka akan memenangkan calon Firdaus Dan Ayat, akan tetapi MK memutuskan pemunggutan ulang kembali. Masyarakat Pekanbaru mendapatkan hak kembali untuk melakukan pemungutan suara ulang dengan harapan mendapatkan pemimpin baru.  Langkah yang bijak dilakukan oleh Diputi 1 Koordinasi Poldagri bidang Pemilukada untuk melakukan pemantauan terhadap prsose PSU Pemilukada Pekanbaru. proses pemungutan suara ulang jangan dipolitisasi dengan mengeluarkan kebijakan yang kontroversial bagi masyarakat. Mentaati aturan dan memberikan hak kepada rakyat dalam memilih pemimpin  yang ada harus menjadi pradigma KPUD dan Penjabat Walikota Pekanbaru dalam bekerja agar pekanbaru menjadi kota yang aman, tertib,  sejahtera dan menjadi kota yang bermartabat.

                                                                 Oleh: Nofri Andri Yulan (Presiden Mahasiswa Unri)