Proses
Pemilukada Kota Pekanbaru putaran pertama mengantarkan pasangan Firdaus dan
Ayat Cahyadi sebagai pemenang dengan jumlah suara 91.231/59.78% memenangkan
suara di 12 Kecamatan yang ada di Kota Pekanbaru sedangakan pasangan Septina
Primawati Rusli dan Erizal Muluk dengan jumlah suara 61358/40.21%. Hasil ini tidak diterima oleh tim sukses salah satu pasangan calon Walikota Pekanbaru karena
terdapat banyak pelanggaran dalam prosesnya, dan melakukan penggugatan ke
Mahkamah Konstitusi hingga diputuskannya Amar keputusan MK jilit 1 untuk melaksanaan pemungutan suara
ulang/PSU 14 september 2011. Amar keputusan MK jilit 1 yang mengharuskan
melakukan pemungutan suara ulang/ PSU di respons oleh KPU kota Pekanbaru Yusri
Munas dengan melakukan penyusunan tahapan pemungutan suara ulang/PSU mulai dari
tahapan persiapan, peleksanaan dan penyelesaian demi menghormati keputusan MK.
Perencanaan yang telah di rencanakan oleh KPU Kota Pekanbaru menjadi sia-sia
ketika Yusri Munaf sebagai ketua KPU Kota Pekanbaru di copot menjadi Ketua KPU
Kota Pekanbaru. Proses pencopotan ini menimbulkan polemik baru di dalam KPUD
itu sendiri, terkait dengan komitmen untuk melaksanakan PSU tepat pada waktunya
sesuai dengan amar keputusan MK. Dipilihnya Makmur Hendrik sebagai ketua KPU baru
terpilihnya secara aklamasi lewat rapat pleno KPU Kota Pekanbaru. Ketua KPU
terpilih tidak melihatkan keseriusan untuk menyelesaikan Pemunguan Suara
Ulang/PSU pradoks dengan sikap yang dilakukan oleh Makmur Hendrik yang
melakukana roadshoaw ke media-media menyampaikan bahwa agenda PSU tidak dapat dilaksanakan
pada tanggal 14 September 2011, Sesuai dengan hasil pleno sebelumnya pada masa
ketua KPU Yusri Munaf yang meilhatkan optismisme melakukan PSU, padahal masyarakat Kota Pekanbaru ingin
segera menunaikan haknya sebagi rakyat yang taat konstitusi, ketika dalam waktu
90 hari KPU Kota Pekanbaru gagal melaksanakan Pemungutan Suara Ulang, itu
berarti KPUD telah melenggar konstitusi dan mengabaikan hak rakyat Pekanbaru.
Berdasarkan undang-undang No 2/2007 tentang penyelenggara pemilihan umum
termasuk pemilukada, KPUD wajib melaksanakan Pemilukada sesuai dengan ketentuan
yang ada. Tidak hanya itu KPUD Kota Pekanbaru secara resmi mengumumkan secara
resmi di media massa pendaftaran petugas PPK dan PPS, padahal dalam
undang-undang No 22 tahun 2007 pasal 42 ayat 2 dan pasal 45 ayat 4 jelas
mengatakan bahwa dalam hal terjadi perhitungan suara ulang, maka pemilu susulan
dan pemilu lanjutan akan dilaksanakan oleh petugas PPK dan PPS dengan masa
kerja diperpanjang dan PPK dan PPS akan di bubarkan paling lambat 2 bulan
setelelah pemungutan suara. Masyarakat melihat ada upaya untuk merubah DPT
padahal amar keputusan MK tidak ada perintah untuk memperbaiki DPT karena
pertentangan dengan PP No 6/2005 pasal 35 tentang Pilkada, DPT yang telah
disyahkan PPS tidak dapat diubah kecuali ada yang meninggal. Milirik sikap KPUD
sangat mengambarkan ketidak seriusan untuk melaksanakan pemungutan suara ulang
tepat pada waktunya bahkan cendrung untuk mengulur-ulur waktu dari fakta di
atas jelas KPUD mengabaikan hak rakyat Kota Pekanbaru untuk melakukan
pemungutan suaran ulang tepat pada waktunya sesuai dengan amar keputusan MK.
Berakhirnya
masa jabatan Walikota Pekanbaru Herman Abdullah pada tanggal 17 juli 2011 menjadi babak baru politik Kota
Pekanbaru. Di tunjuknya Syamsurizal sebagai Penjabat Walikota Pekanbaru menjadi
harapan baru bagi masyarakat kota Pekanbaru untuk menyelesaikan pemungutan
suara ulang. Tapi sangat ironis sikap dan komitmen penjabat Walikota Pekanbaru yang
tidak taat dengan amar keputusan MK yang memutuskan pemungutan suara ulang
dilaksanakan 14 September 2011. Syamsurizal ditunjuk sebagai penjabat Walikota
Pekanbaru sesuai dengan SK MENDAGRI tertanggal 15 Juli 2011 dengan Nomor 131.14-549,
Alasan Penjabat walikota Pekanbaru kenapa PSU tidak dapat dilaksanakan 14 September
2011 dengan alasan angaran Pemerintah Kota tidak ada, padahal Riau merupakan Provinsi
tergaya No 2 di Indonesia berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun
2009 tentang perubahan atas peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 44 tahun 2007
tentang pedoman pengelolaan belanja pemilihan umum kepala daerah dan Wakil
Kepala Daerah pasal 8B ayat 2 dalam hal pemerintah Kabupaten/Kota mengalami
keterbatasan kemampuan keuangan daerah untuk penyelenggraan pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati dan/Walikota dan Wakil Walikota, pemerintah Provinsi dapat
membantu pendanaan pemilu Bupati dan Wakil Bupati dan/ Wakil Walikota dan Wakil
Walikota. Komitmen Penjabat Walikota pekanbaru untuk melaksanakan PSU tepat
pada waktunya semakin inkonsistensi
dangan Sikap yang tergambarkan dari beberpa kebijakan Penjabat Walikota
Pekanbaru yang kontroversial seperti
Pemerintah Kota Pekanbaru melalui Penjabat Walikota Syamsurizal melakukan mutasi 134 pejabat eselon III dan eselon IV bahkan
ada beberapa pejabat yang akan di demosi (penurunan eselon) Pemerintah Kota
Pekanbaru, Hermanius sebagai anggota badan pertimbangan jabatan dan pangkat dan
juga ketua BKD Kota Pekanbaru tidak mengetahui proses mutasi yang dilakukan
pemerintah Kota Pekanbaru. Kalau melihat aturan jelas mutasi tidak dapat
dilakukan oleh penjabat Walikota Pekanbaru. Berdasarkan PP No.49/2008 perubahan
ke tiga atas PP No 6/2005 pasal 132 A mengatakan bahwa pj Kepala Daerah atau
plt Kepala Daerah tidak boleh melakukan mutasi, membatalkan perizinan yang
telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan atau mengeluarkan izin yang
bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya, membuat kebijakan
pemekaran daerah, membuat kebijakan yang bertentangan dengan program kebijakan
pejabat sebelumnya. Seharusnya pemerintah dalam melakukan mutasi harus lebih
mempertimbangkan kepada evaluasi kinerja -seperti yang dikatakan oleh Andi
Yusran (Akadimisi Riau). Harapan masyarakat Kota Pekanbru memiliki pemimpin
untuk perubahan Kota Pekanbaru kearah yang lebih baik semakin jahu panggang
dari api dengan sikap KPUD dan Penjabat Walikota Pekanbaru yang cendrung mengulur-ulur
waktu. Amar keputusan MK jilit II telah ditetapkan dengan memperpanjang pelaksanaan pemungutan suara ulang pemilikada
Kota Pekanbaru selama 90 hari bertepat pada tanggal 21 Desember 2011. Keputusan ini menurut
pandangan Yusril Ihza Mahendra putusan MK menggambarkan inkonsistensi antara
pertimbangan putusan diktum putusannya, sehingga kontradiktif terlihat aneh.
Dalam pertimbangan putusan jelas menyembutkan ada konspirasi politik melibatkan
yang pemohonan, yakni pasangan Septina-Erizal Muluk dengan Kpu Pekanbaru dan Penjabat
Wakikota Pekanbaru untuk menggagalkan pelaksanaan PSU. Padahal dalam
sidang Mahfud MD sebagi Ketua Hakim panel
ada konspirasi untuk mengundur PSU maka akan memenangkan calon Firdaus Dan Ayat,
akan tetapi MK memutuskan pemunggutan ulang kembali. Masyarakat Pekanbaru mendapatkan
hak kembali untuk melakukan pemungutan suara ulang dengan harapan mendapatkan
pemimpin baru. Langkah yang bijak
dilakukan oleh Diputi 1 Koordinasi Poldagri bidang Pemilukada untuk melakukan
pemantauan terhadap prsose PSU Pemilukada Pekanbaru. proses pemungutan suara
ulang jangan dipolitisasi dengan mengeluarkan kebijakan yang kontroversial bagi
masyarakat. Mentaati aturan dan memberikan hak kepada rakyat dalam memilih
pemimpin yang ada harus menjadi pradigma
KPUD dan Penjabat Walikota Pekanbaru dalam bekerja agar pekanbaru menjadi kota
yang aman, tertib, sejahtera dan menjadi
kota yang bermartabat.
Oleh: Nofri Andri Yulan (Presiden Mahasiswa Unri)