Social Icons

Selasa, 01 November 2011

BELAJAR DARI PILKADA KAMPAR



Historis orde baru tidak memberikan kebebasan kepada rakyat, bahkan cenderung rakyat hanya dijadikan sebagai objek yang patuh dengan kekuasaan. Partisipasi rakyat merupakan salah satu prasyarat dalam perubahan tatanan sosial menuju negara demokrasi. Pasca tumbangnya orde baru, Indonesia dihadapkan dengan era reformasi yang penuh dengan keterbukaan. Reformasi lebih mampu memberikan konstitusi yang lebih demokratis. Kehidupan demokrasi pasca reformasi yang memberikan dinamisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semangat demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat merupakan wujud dari proses semangat negara untuk lebih baik dalam menjalankan pemerintahan karena ada proses saling kontrol-saling imbang (checks and balances).
Salah satu bagian dari semangat demokrasi adalah pemilihan kepala daerah secara langsung yang mana rakyat dapat memilih pemimpinnya, ini merupakan babak baru sejarah demokrasi bangsa ini. Sudah 66 tahun bangsa ini merdeka baru benar-benar kedaulatan itu diberikan secara langsung kepada rakyat, ditandai dengan pemilihan Presiden dan diikuti dengan pemilihan kepala daerah secara langsung. Pesta demokrasi rakyat atau biasa disebut dengan Pilkada pada gilirannya ada di Provinsi Riau. Di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Riau pemilihan kepala daerah telah terlaksana dengan baik, ada beberapa Pilkada yang bermasalah tetapi tidak menjadi konflik yang terlalu tajam ditengah-tengah masyarakat.    
          Beberapa waktu belakangan ini semua mata masyarakat Riau tertuju melihat dua Pilkada yang ada di Provinsi Riau yaitu Pilkada Kota Pekanbaru dan Pilkada Kabupaten Kampar. Pilkada ini menjadi sorotan bagi seluruh masyarakat Riau karena sangat menentukan dan mengambarkan peta politik Provinsi Riau kedepan, terkait dengan siapa partai yang mengembangkan sayap dan mencengkramkan kekuasan di Provinsi Riau. Pilkada Kota Pekanbaru dan Pilkada Kabupaten Kampar jarak dan rentang waktunya tidak terlalu jauh, hanya masyarakat Kota Pekanbaru lebih dahulu dalam proses pemilihan walikota dan selanjutnya baru diikuti oleh Pilkada Kabupaten Kampar. Ironisnya, masyarakat Kampar lebih dahulu mempunyai pemimpin dari pada Kota Pekanbaru yang sampai sekarang masih penuh dengan polemik, bahkan ekspektasi masyarakat Kota Pekanbaru untuk memiliki pemimpin untuk Kota Pekanbaru menuju kota yang lebih baik sampai sekarang tidak kunjung ada.
Media lokal maupun nasional baik cetak dan elektronik memberitakan tentang dua Pilkada ini dengan rangkaian cerita yang menarik bak sinetron yang tak habis-habisnya. Lembaran hari masyarakat terbumbui cerita Pilkada. Aktor yang bermain acap kali memberikan sambungan cerita yang menarik, monuver politik, polemik dan strategi memberikan dinamisasi dalam kehidupan masyarakat. Kenapa tidak, saling lempar opini dilakukan aktor di media untuk mengambil hati masyarakat, bahkan menjadi  headline news surat kabar yang ada di Provinsi Riau, tidak tahu kenapa yang jelas Pilkada Kota Pekanbaru dan Pilkada Kampar mempunyai cerita yang menarik untuk diikuti mulai dari sikap masyartakat, sikap negarawan dari calon yang bertarung siap kalah dan siap menang dan profesional penyelenggara Pilkada. Secara geografis Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kampar relatif sama, hanya saja Kota Pekanbaru sebagai ibu kota dari Provinsi Riau, akan tetapi Pilkada Kampar sukses kok Pilkada Kota Pekanbaru tidak sukses  tanya kenapa???
Pilkada Kota Pekanbaru diikuti oleh dua pasang calon yaitu Firdaus-Ayat Cahyadi dan Septina Primawati Rusli-Erizal Muluk. Proses Pemilukada Kota Pekanbaru putaran pertama sudah dilaksanakan pada tanggal 18 mei 2011 yang mengantarkan pasangan Firdaus-Ayat Cahyadi sebagai pemenang dengan jumlah suara 91.231 (59.78%) hasil ini tidak diterima oleh salah satu pasangan calon dengan melakukan gugatan ke MK. Babak baru Pemilukada Kota Pekanbaru dimulai dengan keluarnya keputusan MK jilid I yang mengatakan telah terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh aparatur pemerintahan secara terstruktur, masif dan sistematis. Oleh karena itu, MK menetapkan dilakukannya Pemungutan Suara Ulang pada tanggal 14 September 2011. Pasca keluarnya keputusan ini, masyarakat Kota Pekanbaru dipertontonkan dengan aksi yang dilakukan baik murni dari masyarakat maupun aksi yang memperjuangankan kepentingan salah satu calon. Harapan masyarakat untuk memiliki pemimpin di Kota Pekanbaru dengan menggunakan hak suara pada tanggal 14 September 2011 menjadi pupus karena PSU tidak bisa dilaksanakan pada jadwal yang telah ditetapkan dengan alasan anggaran Kota Pekanbaru tidak ada untuk melaksanakannya. Penundaan ini mengakibatkan munculnya kembali amar keputusan MK jilid II yang menetapkan memperpanjang pelaksanaan Pemilukada Kota Pekanbaru selama 90 hari bertepatan pada tanggal  21 Desember 2011. Tidak asing lagi ditelinga masyarakat salah satu calon merupakan istri dari Gubernur Riau yang maju di Pilkada Kota Pekanbaru berdampak terhadap kebijakan pemerintah dan KPU Kota Pekanbaru. Hal ini tampak jelas oleh masyarakat setelah berakhir masa jabatan Herman Abdullah sebagai Walikota Pekanbaru digantikan dengan Syamsurizal sebagai penjabat Walikota Pekanbaru. Semua orang tahu siapa Syamsurizal yang merupakan kader partai Golkar dan teman dekat dari Gubernur Riau. Kuatnya intervensi penguasa pada Pilkada Kota Pekanbaru sangat berpengaruh terhadap penyelenggara Pilkada. Keputusan MK jilid 2 ini tampak telah terjadi konspirasi Septina Primawati Rusli-Erizal Muluk, penjabat Walikota Pekanbaru Syamsurizal dan KPU Kota Pekanbaru. Keputusan MK memberikan bukti kuatnya intervensi penguasa di Pilkada Kota Pekanbaru. Besar ekspektasi masyarakat Kota Pekanbaru untuk pemimpin yang mampu menjadikan Kota Pekanbaru kota yang indah, bersih, aman dan bermartabat.
            Belajar dari Kabupaten tetangga, Pilkada Kampar yang mengantarkan Jefri Noer-Ibrahim Ali sebagai pemenang dengan jumlah 125.321 suara (45.85 persen) dengan menguasai 11 kecamatan, Burhanuddin Husin-Zulher meraih 110.792 suara (40.56 persen) menguasai 9 kecamatan, sedangkan Nasrun Effendi-Tengku M.Nizar meraih 37.095 suara (13 persen). Walaupun sebelumnya masing-masing calon saling klaim megenai jumlah perolehan suara, proses Pilkada Kampar berjalan dengan aman, tertib bahkan saksi dari calon mengesahkan surat rekapitulasi suara. Kedewasaan calon yang tergambarkan dengan sikap negarawan yang ditandai dengan sikap siap kalah dan siap menang. Calon nomor urut dua contohnya, Burhanuddin Husin-Zulher yang mengatakan “sebagai calon kami menghormati hasil Pemilukada Kabupaten Kampar 2011”. Hal senada dengan apa yang disampaikan oleh tengku M.Nizar pasangan nomor urut 1 menerima keputusan KPU Kabupaten Kampar. Kedewasaan elit berbading lurus dengan sikap masyarakat  Kampar yang dewasa dan elegan dalam Pilakada yang terlihat dari sikap masyarakat yang tidak terprofokasi dengan  isu,  proses ini  dapat  memberikan  contoh berdemokrasi yang baik. Pujian kepada Pilkada Kampar dari Wakil Gubernur Riau Mambang Mit yang mengatakan Pilkada Kampar berjalan dengan sukses, lancar dan kondusif sembari memberikan apresiasi kepada masyarakat Kampar yang dewasa dalam melakukan pemilihan kepala daerah, yang dikutip di media Tribun Pekanbaru.
            Dari dua Pilkada, realitas politik tidak terlalu berbeda. Melirik misalnya pelaku politik yang bermain, siapa partai yang bertarung di dua Pilkada ini. Secara geografis dan budaya relatif sama antara Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kampar. Persoalan yang terjadi adalah pada Pilkada Kota Pekanbaru diwarnai dengan polemik, konflik dan dinamika politik yang tidak sehat sehingga mendatangkan kejenuhan bagi masyarakat. Pilkada Kota Pekanbaru adalah pertarungan REZIM untuk memertahankan kekuasaan.
 Lunturnya jiwa negarawan yang terlihat dari sikap siap kalah dan menang dari setiap calon dan elit, kedewasaan masyarakat yang tidak terprovokasi dengan isi-isu yang tidak bertanggung jawab, dan independensi peyelenggara Pilkada dalam hal ini KPU, merupakan hal mutlak yang harus dimiliki demi kepentingan masyarakat Kota Pekanbaru. Kedewasaan elit dan masyarakat dalam berpolitik menentukan berjalan lancarnya Pilkada seperti apa yang dikatakan oleh Aldian pengamat politik Universitas Riau di koran Tribun yang mengatakan sukesnya Pilkada Kampar tidak terlepas dari kedewasaan elit dalam berpolitik dan masyarakat, karena elit mempunyai kekuatan untuk menggerakan massa. Tidak ada salahnya belajar dari Pilkada Kabupaten Kampar yang memberikan pelajaran politik bagi kita semua bagaimana berpolitik yang egaliter dengan jiwa negarawan “siap kalah dan siap menang”. Hidup rakyat!!!

                                                                                                Oleh: Nofri  Andri Yulan
                                                                                            Presiden Mahasiswa UNRI