Historis
orde baru tidak memberikan kebebasan kepada rakyat, bahkan cenderung rakyat
hanya dijadikan sebagai objek yang patuh dengan kekuasaan. Partisipasi rakyat
merupakan salah satu prasyarat dalam perubahan tatanan sosial menuju negara
demokrasi. Pasca tumbangnya orde baru, Indonesia dihadapkan dengan era
reformasi yang penuh dengan keterbukaan. Reformasi lebih mampu memberikan konstitusi
yang lebih demokratis. Kehidupan demokrasi pasca reformasi yang memberikan
dinamisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semangat demokrasi dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat merupakan wujud dari proses semangat
negara untuk lebih baik dalam menjalankan pemerintahan karena ada proses saling
kontrol-saling imbang (checks and balances).
Salah
satu bagian dari semangat demokrasi adalah pemilihan kepala daerah secara
langsung yang mana rakyat dapat memilih pemimpinnya, ini merupakan babak baru
sejarah demokrasi bangsa ini. Sudah 66 tahun bangsa ini merdeka baru
benar-benar kedaulatan itu diberikan secara langsung kepada rakyat, ditandai
dengan pemilihan Presiden dan diikuti dengan pemilihan kepala daerah secara
langsung. Pesta demokrasi rakyat atau biasa disebut dengan Pilkada pada gilirannya
ada di Provinsi Riau. Di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Riau pemilihan
kepala daerah telah terlaksana dengan baik, ada beberapa Pilkada yang bermasalah
tetapi tidak menjadi konflik yang terlalu tajam ditengah-tengah masyarakat.
Beberapa waktu belakangan ini semua
mata masyarakat Riau tertuju melihat dua Pilkada yang ada di Provinsi Riau
yaitu Pilkada Kota Pekanbaru dan Pilkada Kabupaten Kampar. Pilkada ini menjadi
sorotan bagi seluruh masyarakat Riau karena sangat menentukan dan mengambarkan
peta politik Provinsi Riau kedepan, terkait dengan siapa partai yang
mengembangkan sayap dan mencengkramkan kekuasan di Provinsi Riau. Pilkada Kota Pekanbaru
dan Pilkada Kabupaten Kampar jarak dan rentang waktunya tidak terlalu jauh,
hanya masyarakat Kota Pekanbaru lebih dahulu dalam proses pemilihan walikota
dan selanjutnya baru diikuti oleh Pilkada Kabupaten Kampar. Ironisnya, masyarakat
Kampar lebih dahulu mempunyai pemimpin dari pada Kota Pekanbaru yang sampai
sekarang masih penuh dengan polemik, bahkan ekspektasi masyarakat Kota
Pekanbaru untuk memiliki pemimpin untuk Kota Pekanbaru menuju kota yang lebih
baik sampai sekarang tidak kunjung ada.
Media
lokal maupun nasional baik cetak dan elektronik memberitakan tentang dua Pilkada
ini dengan rangkaian cerita yang menarik bak sinetron yang tak habis-habisnya.
Lembaran hari masyarakat terbumbui cerita Pilkada. Aktor yang bermain acap kali
memberikan sambungan cerita yang menarik, monuver politik, polemik dan strategi
memberikan dinamisasi dalam kehidupan masyarakat. Kenapa tidak, saling lempar
opini dilakukan aktor di media untuk mengambil hati masyarakat, bahkan
menjadi headline news surat kabar yang
ada di Provinsi Riau, tidak tahu kenapa yang jelas Pilkada Kota Pekanbaru dan Pilkada
Kampar mempunyai cerita yang menarik untuk diikuti mulai dari sikap
masyartakat, sikap negarawan dari calon yang bertarung siap kalah dan siap
menang dan profesional penyelenggara Pilkada. Secara geografis Kota Pekanbaru dan
Kabupaten Kampar relatif sama, hanya saja Kota Pekanbaru sebagai ibu kota dari
Provinsi Riau, akan tetapi Pilkada Kampar sukses kok Pilkada Kota Pekanbaru tidak
sukses tanya kenapa???
Pilkada
Kota Pekanbaru diikuti oleh dua pasang calon yaitu Firdaus-Ayat Cahyadi dan
Septina Primawati Rusli-Erizal Muluk. Proses Pemilukada Kota Pekanbaru putaran
pertama sudah dilaksanakan pada tanggal 18 mei 2011 yang mengantarkan pasangan
Firdaus-Ayat Cahyadi sebagai pemenang dengan jumlah suara 91.231 (59.78%) hasil
ini tidak diterima oleh salah satu pasangan calon dengan melakukan gugatan ke MK.
Babak baru Pemilukada Kota Pekanbaru dimulai dengan keluarnya keputusan MK
jilid I yang mengatakan telah terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh aparatur
pemerintahan secara terstruktur, masif dan sistematis. Oleh karena itu, MK menetapkan
dilakukannya Pemungutan Suara Ulang pada tanggal 14 September 2011. Pasca
keluarnya keputusan ini, masyarakat Kota Pekanbaru dipertontonkan dengan aksi
yang dilakukan baik murni dari masyarakat maupun aksi yang memperjuangankan
kepentingan salah satu calon. Harapan masyarakat untuk memiliki pemimpin di Kota
Pekanbaru dengan menggunakan hak suara pada tanggal 14 September 2011 menjadi
pupus karena PSU tidak bisa dilaksanakan pada jadwal yang telah ditetapkan
dengan alasan anggaran Kota Pekanbaru tidak ada untuk melaksanakannya.
Penundaan ini mengakibatkan munculnya kembali amar keputusan MK jilid II yang
menetapkan memperpanjang pelaksanaan Pemilukada Kota Pekanbaru selama 90 hari
bertepatan pada tanggal 21 Desember
2011. Tidak asing lagi ditelinga masyarakat salah satu calon merupakan istri
dari Gubernur Riau yang maju di Pilkada Kota Pekanbaru berdampak terhadap
kebijakan pemerintah dan KPU Kota Pekanbaru. Hal ini tampak jelas oleh
masyarakat setelah berakhir masa jabatan Herman Abdullah sebagai Walikota
Pekanbaru digantikan dengan Syamsurizal sebagai penjabat Walikota Pekanbaru. Semua
orang tahu siapa Syamsurizal yang merupakan kader partai Golkar dan teman dekat
dari Gubernur Riau. Kuatnya intervensi penguasa pada Pilkada Kota Pekanbaru
sangat berpengaruh terhadap penyelenggara Pilkada. Keputusan MK jilid 2 ini
tampak telah terjadi konspirasi Septina Primawati Rusli-Erizal Muluk, penjabat Walikota
Pekanbaru Syamsurizal dan KPU Kota Pekanbaru. Keputusan MK memberikan bukti
kuatnya intervensi penguasa di Pilkada Kota Pekanbaru. Besar ekspektasi masyarakat
Kota Pekanbaru untuk pemimpin yang mampu menjadikan Kota Pekanbaru kota yang
indah, bersih, aman dan bermartabat.
Belajar dari Kabupaten tetangga, Pilkada
Kampar yang mengantarkan Jefri Noer-Ibrahim Ali sebagai pemenang dengan jumlah
125.321 suara (45.85 persen) dengan menguasai 11 kecamatan, Burhanuddin Husin-Zulher
meraih 110.792 suara (40.56 persen) menguasai 9 kecamatan, sedangkan Nasrun Effendi-Tengku
M.Nizar meraih 37.095 suara (13 persen). Walaupun sebelumnya masing-masing
calon saling klaim megenai jumlah perolehan suara, proses Pilkada Kampar berjalan
dengan aman, tertib bahkan saksi dari calon mengesahkan surat rekapitulasi
suara. Kedewasaan calon yang tergambarkan dengan sikap negarawan yang ditandai
dengan sikap siap kalah dan siap menang. Calon nomor urut dua contohnya,
Burhanuddin Husin-Zulher yang mengatakan “sebagai calon kami menghormati hasil
Pemilukada Kabupaten Kampar 2011”. Hal senada dengan apa yang disampaikan oleh
tengku M.Nizar pasangan nomor urut 1 menerima keputusan KPU Kabupaten Kampar.
Kedewasaan elit berbading lurus dengan sikap masyarakat Kampar yang dewasa dan elegan dalam Pilakada
yang terlihat dari sikap masyarakat yang tidak terprofokasi dengan isu,
proses ini dapat memberikan
contoh berdemokrasi yang baik. Pujian kepada Pilkada Kampar dari Wakil
Gubernur Riau Mambang Mit yang mengatakan Pilkada Kampar berjalan dengan sukses,
lancar dan kondusif sembari memberikan apresiasi kepada masyarakat Kampar yang
dewasa dalam melakukan pemilihan kepala daerah, yang dikutip di media Tribun
Pekanbaru.
Dari dua Pilkada, realitas politik
tidak terlalu berbeda. Melirik misalnya pelaku politik yang bermain, siapa
partai yang bertarung di dua Pilkada ini. Secara geografis dan budaya relatif
sama antara Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kampar. Persoalan yang terjadi adalah
pada Pilkada Kota Pekanbaru diwarnai dengan polemik, konflik dan dinamika
politik yang tidak sehat sehingga mendatangkan kejenuhan bagi masyarakat.
Pilkada Kota Pekanbaru adalah pertarungan REZIM untuk memertahankan kekuasaan.
Lunturnya jiwa negarawan yang terlihat dari
sikap siap kalah dan menang dari setiap calon dan elit, kedewasaan masyarakat
yang tidak terprovokasi dengan isi-isu yang tidak bertanggung jawab, dan
independensi peyelenggara Pilkada dalam hal ini KPU, merupakan hal mutlak yang
harus dimiliki demi kepentingan masyarakat Kota Pekanbaru. Kedewasaan elit dan
masyarakat dalam berpolitik menentukan berjalan lancarnya Pilkada seperti apa
yang dikatakan oleh Aldian pengamat politik Universitas Riau di koran Tribun yang
mengatakan sukesnya Pilkada Kampar tidak terlepas dari kedewasaan elit dalam
berpolitik dan masyarakat, karena elit mempunyai kekuatan untuk menggerakan
massa. Tidak ada salahnya belajar dari Pilkada Kabupaten Kampar yang memberikan
pelajaran politik bagi kita semua bagaimana berpolitik yang egaliter dengan jiwa negarawan “siap kalah dan siap
menang”. Hidup rakyat!!!
Oleh: Nofri Andri Yulan
Presiden
Mahasiswa UNRI