9 Agustus 1957 merupakan
hari jadi Provinsi Riau. Namun, banyak dari masyarakat Riau yang tidak
mengetahui hal ini. Sehingga sudah menjadi kebiasaan bertepatan dengan 9 Agustus
bumi Lancang Kuning bersempena menyambut hari bahagia. Pemerintah mempersiapkan
serangkaian kegiatan mulai dari pemberiaan penghargaan kepada tokoh Riau yang
berjasa, perlombaan dan peresmian beberapa bangunan venue PON. Akan tetapi
acara ini hanya dinikmati segelintir orang yang tentunya pejabat teras Provinsi
ini.
Bertepatan dengan
sempena 55 Tahun provinsi Riau, tentu kebahagian ini bukan dimiliki oleh
segelintir orang, tapi bagaimana kebahagian ini juga dirasakan oleh seluruh
masyarakat Riau seperti suku sakai, talang mamak, akit, dan masyarakat
pinggiran sungai siak karena mereka juga pemilik sah daerah ini.
Setiap bulan Agustus
selalu ada rasa bangga menyelimuti masyarakat Riau. Perjuangan berpisah dari
Sumatera Tengah dan otonomi daerah memberikan gambaran bahwa ada perjuangan
yang dilakukan untuk sebuah keadilan. Perjuangan ini menjadi tanda pahala para
pejuang Riau. Akan tetapi, momentum sempena Riau ke 55 tahun masyarakat
dikejutkan dengan korupsi berjamaah PON. Kasus skandal korupsi PON ini
memberikan luka yang teramat dalam bagi masyarakat dan para pejuang Riau.
Permainan kotor antara eksekutif, legislatif dan pemilik modal ini pertanda
bahwa sempena Riau ke 55 tahun harus dijadikan wadah melakukan introspeksi
diri.
Perayaan HUT Riau
bukan acara rutinitas tahunan yang cendrung seremonial bahkan terkesan
menghamburkan uang. Usia 55 tahun bukan usia muda untuk bersantai-santai
mengejar ketertinggalan. Perjuangan membebaskan diri dari Sumatera Tengah
dan melawan pemerintah busat bukan semata-mata perjuangan melawan sentralisasi
pusat terhadap SDA. Tapi jauh dari itu bagaimana pemerataan infrastruktur,
pendidikan, kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat. Sebagai daerah yang
memiliki letak sterategis secara geografis, geoekonomi dan geopolitik seharusnya
lebih banyak memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat.
Realitas yang tampak
saat ini menunjukkan bahwa kondisi masyarakat masih jauh dari harapan.
Beberapa pembanguan yang dilakukan hanya menghabiskan uang rakyat karena
diperuntukan untuk event serimonial seperti PON. Gedung teater Dang Merdu
dirombak menjadi bangunan kokoh yang menjulang tinggi ke langit di Kota
Pekanbaru. Tugu-tugu berhala menghiasi persimpangan ibu kota Provinsi ini,
seakan melihatkan inkosistensi terhadap budaya melayu yang identik dengan
Islam. Pusat budaya melayu purna MTQ harus terpaksa dibongkar untuk menyambut
event seremonial. Tanah dan Hutan dirampas oleh kaum kapitalis. Hutan, tanah
yang tamadun dijiwai orang Melayu dengan
etos menyayangi alam sama seperti diri sendiri sudah mulai luntur dikarenakan
sikap pragmatisme. Sehingga ada masyarakat yang memperjuangan tanah, hutan
dengan rencana membakar diri yang seharusnya tidak akan terjadi kalau disikapi
dengan arif dan bijaksana.
Dana yang banyak untuk
dialokasikan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dipergunakan untuk hal-hal
yang mubazir. Infrastruktur jalan yang rusak, pemerataan pendidikan,
kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan sosial masih menjadi potret buram
Provinsi ini. Hampir tidak kelihatan usaha untuk melakukan perubahan
terhadap kondisi rakyat saat ini. Program yang bersentuhuan langsung dengan
rakyat tidak berjalan sebagaimana mestinya, sebut saja program
penanggulangan kemiskinan, kebodohan dan infstruktur (K2I) dan Operasi
Pangan Riau Makmur (OPRM). Padahal dua program kerakyatan ini merupakan harapan
bagi masyarakat untuk dapat menigkatkan kesejahteraan. Informasi yang
didapatkan untuk program OPRM lahan-lahannya telah menjadi semak belukar. Tidak
hanya itu beberapa pembangunan yang ditidak memperlihatkan hasil adalah
pembangunan terminal agrobisnis sekarang tinggal tempat bersarangnya binatang.
Adapun harapan dari keberadaan terminal agrobisnis untuk gerbang ekspor hanya
tinggal angan-angan belaka. Sayang seribu sayang uang rakyat di habiskan untuk
pembangunan yang mubazir dengan mengatas namakan rakyat.
Provinsi Riau telah berada pada kondisi memerlukan
perubahan yang subtansial. Tentu harus ada langkah yang kongrit yang
harus dilakukan. Tidak ada saat untuk berleha-leha. Sudah cukup retorika lama
kita buang yang mengatakan Riau sebagai daerah kaya sehingga membuat kita
terlenakan untuk malas-malasan bekerja membangun Riau. Tanggung jawab perubahan
ini milik besama tidak hanya milik pemegang kekuasaan. Akan tetapi tanpa
mengurangi keberadaan Pemerintah (eksekutif), DPRD (legislatif) Sebagai yang
diberikan amanah dan bertanggung untuk menjalankan
rodah agar kemudian tercipta suatu perbaikan terhadap kondisi yang lebih baik. Tujuan
dari cita-cita awal dari provinsi ini adalah memberikan keadilan,kesejahteraan,
dan mencedaskan masyarakat merupakan orentasi
yang pradigma bagi para pengambil kebijakan.
Jangan
berhenti tangan mendayung, nanti harus membawa hanyut sebuah artikel Muhammad
Natsir yang mengatakan bahwa perjuangan belum berahkir. Dibutuhkan semangat dan
konsistensi untuk memberbaiki nasib rakyat. Sedikit saja terlena maka
siap-siap hanyut di bawa arus. Momentum peringatan HUT Riau yang ke-55 yang
bertepatan dengan bulan Ramadhan yang penuh dengan keberkahan. Maka, saya mengajak
kepada seluruh masyarakat untuk membangun optimisme dengan tetap melakukan introspeksi
diri dan memainkan peran strategis dari eleman yang ada. Mudah-mudahan dibulan
yang berkah ini diberikan keberkahan oleh allah SWT untuk Bumi Lancang Kuning ini.
Selamat HUT Riau ke-55!!!
salam mahasiswa
Oleh : Nofri Andri Yulan
Mantan Presiden Mahasiswa /KP PD KAMMI Riau