Social Icons

Kamis, 09 Agustus 2012

HUT RIAU WADAH INTROSPEKSI DIRI

9 Agustus 1957 merupakan hari jadi Provinsi Riau. Namun, banyak dari masyarakat Riau yang tidak mengetahui hal ini. Sehingga sudah menjadi kebiasaan bertepatan dengan 9 Agustus bumi Lancang Kuning bersempena menyambut hari bahagia. Pemerintah mempersiapkan serangkaian kegiatan mulai dari pemberiaan penghargaan kepada tokoh Riau yang berjasa, perlombaan dan peresmian beberapa bangunan venue PON. Akan tetapi acara ini hanya dinikmati segelintir orang yang tentunya pejabat teras Provinsi ini.
Bertepatan dengan sempena 55 Tahun provinsi Riau, tentu kebahagian ini bukan dimiliki oleh segelintir orang, tapi bagaimana kebahagian ini juga dirasakan oleh seluruh masyarakat Riau seperti suku sakai, talang mamak, akit, dan masyarakat pinggiran sungai siak karena mereka juga pemilik sah daerah ini.
Setiap bulan Agustus selalu ada rasa bangga menyelimuti masyarakat Riau. Perjuangan berpisah dari Sumatera Tengah dan otonomi daerah memberikan gambaran bahwa ada perjuangan yang dilakukan untuk sebuah keadilan. Perjuangan ini menjadi tanda pahala para pejuang Riau. Akan tetapi, momentum sempena Riau ke 55 tahun masyarakat dikejutkan dengan korupsi berjamaah PON. Kasus skandal korupsi PON ini memberikan luka yang teramat dalam bagi masyarakat dan para pejuang Riau. Permainan kotor antara eksekutif, legislatif dan pemilik modal ini pertanda bahwa sempena Riau ke 55 tahun harus dijadikan wadah melakukan introspeksi diri.
Perayaan  HUT Riau bukan acara rutinitas tahunan yang cendrung seremonial bahkan terkesan menghamburkan uang. Usia 55 tahun bukan usia muda untuk bersantai-santai mengejar  ketertinggalan. Perjuangan membebaskan diri dari Sumatera Tengah dan melawan pemerintah busat bukan semata-mata perjuangan melawan sentralisasi pusat terhadap SDA. Tapi jauh dari itu bagaimana pemerataan infrastruktur, pendidikan, kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat. Sebagai daerah yang memiliki letak sterategis secara geografis, geoekonomi dan geopolitik  seharusnya lebih banyak memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat.
Realitas yang tampak saat ini menunjukkan  bahwa kondisi masyarakat masih jauh dari harapan. Beberapa pembanguan yang dilakukan hanya menghabiskan uang rakyat karena diperuntukan untuk event  serimonial seperti PON. Gedung teater Dang Merdu dirombak menjadi bangunan kokoh yang menjulang tinggi ke langit di Kota Pekanbaru. Tugu-tugu berhala menghiasi persimpangan ibu kota Provinsi ini, seakan melihatkan inkosistensi terhadap budaya melayu yang identik dengan Islam. Pusat budaya melayu purna MTQ harus terpaksa dibongkar untuk menyambut event seremonial. Tanah dan Hutan dirampas oleh kaum kapitalis. Hutan, tanah yang  tamadun dijiwai orang Melayu dengan etos menyayangi alam sama seperti diri sendiri sudah mulai luntur dikarenakan sikap pragmatisme. Sehingga ada masyarakat yang memperjuangan tanah, hutan dengan rencana membakar diri yang seharusnya tidak akan terjadi kalau disikapi dengan arif dan bijaksana.
Dana yang banyak untuk dialokasikan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dipergunakan untuk hal-hal yang mubazir. Infrastruktur jalan yang rusak, pemerataan pendidikan, kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan sosial masih menjadi potret buram Provinsi ini. Hampir tidak kelihatan usaha untuk  melakukan perubahan terhadap kondisi rakyat saat ini. Program yang bersentuhuan langsung dengan rakyat tidak berjalan sebagaimana mestinya, sebut saja program  penanggulangan kemiskinan, kebodohan dan infstruktur (K2I) dan Operasi Pangan Riau Makmur (OPRM). Padahal dua program kerakyatan ini merupakan harapan bagi masyarakat untuk dapat menigkatkan kesejahteraan. Informasi yang didapatkan untuk program OPRM lahan-lahannya telah menjadi semak belukar. Tidak hanya itu beberapa pembangunan yang ditidak memperlihatkan hasil adalah pembangunan terminal agrobisnis sekarang tinggal tempat bersarangnya binatang. Adapun harapan dari keberadaan terminal agrobisnis untuk gerbang ekspor hanya tinggal angan-angan belaka. Sayang seribu sayang uang rakyat di habiskan untuk pembangunan yang mubazir dengan mengatas namakan rakyat.
            Provinsi Riau telah berada pada kondisi memerlukan perubahan yang subtansial.  Tentu harus ada langkah yang kongrit yang harus dilakukan. Tidak ada saat untuk berleha-leha. Sudah cukup retorika lama kita buang yang mengatakan Riau sebagai daerah kaya sehingga membuat kita terlenakan untuk malas-malasan bekerja membangun Riau. Tanggung jawab perubahan ini milik besama tidak hanya milik pemegang kekuasaan. Akan tetapi tanpa mengurangi keberadaan Pemerintah (eksekutif), DPRD (legislatif) Sebagai yang diberikan amanah  dan bertanggung untuk menjalankan rodah agar kemudian tercipta suatu perbaikan terhadap kondisi yang lebih baik. Tujuan dari cita-cita awal dari provinsi ini adalah memberikan keadilan,kesejahteraan, dan mencedaskan masyarakat merupakan orentasi  yang pradigma bagi para pengambil kebijakan.
            Jangan berhenti tangan mendayung, nanti harus membawa hanyut sebuah artikel Muhammad Natsir yang mengatakan bahwa perjuangan belum berahkir. Dibutuhkan semangat dan konsistensi untuk memberbaiki nasib rakyat.  Sedikit saja terlena maka siap-siap hanyut di bawa arus. Momentum peringatan HUT Riau yang ke-55 yang bertepatan dengan bulan Ramadhan yang penuh dengan keberkahan. Maka, saya mengajak kepada seluruh masyarakat untuk membangun optimisme dengan tetap melakukan introspeksi diri dan memainkan peran strategis dari eleman yang ada. Mudah-mudahan dibulan yang berkah ini diberikan keberkahan oleh allah SWT untuk Bumi Lancang Kuning ini. Selamat HUT Riau ke-55!!! 
salam mahasiswa
Oleh : Nofri Andri Yulan
Mantan Presiden Mahasiswa /KP PD KAMMI Riau