Social Icons

Senin, 17 Juni 2013

KENAIKAN BBM, KEPENTINGAN SIAPA?


Kenaikan bahan bakar minyak (BBM) pada rezim SBY-BOEDIONO merupakan bentuk dari pemimpin yang tidak mencintai rakyatnya. BBM  sudah menjadi kebutuhan mendasar bagi rakyat Indonesia. Subsidi bahan bakar minyak (BBM) merupakan keharusan yang harus dilakakukan pemerintah terhadap rakyatnya, sama halnya dengan pemerintah melakukan subsidi kepada sektor pendidikan dan kesehatan. Sebagai negara kaya dengan sumber energi, maka rakyat harus mendapatkan hak-haknya dari keakayaan sumberdaya alam seperti energi. Hal ini telah tertuang dalam dasar negara Republik Indonesia yakni UUD pasal 33 Tahun 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk  sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Kenaikan bahan bakar minyak (BBM), tentu akan memberikan dampak yang sistemik kekehidupan masyarakat. Mulai dari kenaikan bahan akibat dari biaya transportasi meningkat. Kebutuhan sandang, pangan dan papan menjadi naik sehinga akan menambah kesangsaraan rakyat. Kenaikan BBM dikuatirkan akan menambah tingkat kimiskinana di indonesia. Dampak yang terjadi adalah tingginya angka kriminalitas.
Alasan pemerintah dengan menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) adalah pertama, subsidi bahan bakar minyak (BBM) tidak tepat sasaran. Kedua, pembengkakan APBN dengan subsidi mengurus APBN.  Jika dilakukan kenaikan akan menghemat anggaran 21 triliun dan tinggi konsumsi bahan bakar minyak (BBM). Alasan pemerintah ini tidak dapat dicerna oleh logika sehat rakyat ketika alasan yang disampaikan kepada rakyat tidak sesuai dengan kondisi APBN sesungguhnya. Beban  APBN bukan terletak pada subsidi BBM. Pada tahun 2013 ini pembayaran cicilan bunga hutang dan cicilan pokok utang Rp 171 Triliun.
Ketika pemerintah mengatakan subsidi BBM menguras APBN dan dengan menaikan BBM mampu menghemat sampai 21 triliun. Pemerintah seharusnya cerdas dalam melihat persoalan. Semestinya banyak cara yang harus dilakukan pemerintah untuk mengurangi defisit APBN. Jangan kemudian setiap terjadi pembengkakan subsidi membuat defisit APBN terus rakyat menjadi korban. Pemerintah jangan beraninya sama rakyat. Keberanian pemerintah seharusnya ditunjuakkan kepada mafia migas dan koruptor APBN karena mereka yang membuat defisit APBN.
 Dirjen Pajak menyatakan pada tahun 2012 Ratio kebutuhan wajib pajak/WP pribadi sebesar 44 persen yakni 8,8 juta orang dari 20 juta wajib pajak/WP yang terdaftar. Sementara ratio kebutuhan wajib pajak/WP badan usaha sebesar 27,36 persen yakni 520 ribu dari 1,9 juta badan usaha yang terdaftar sebagai wajib pajak/WP. Pada tahun 2012 pada sektor pajak adalah Rp 976 triliun atau 68,8 persen dari APBN 2012 sebesar Rp 1418,5 Triliun. Seharusnya pemerintah melakukan peningkatan ratio kepatuhan wajib pajak/WP. Jika ini dilakukan ratio wajib pajak sampai 100 % maka APBN akan surplus karena pendapatan negara akan meningkat. Ini bisa membuktikan bahwa menutupi defisit APBN akibat subsidi BBM.
Rizal Ramli ekonom senior menyatakan bahwa telah terjadi korupsi ABPN sampai 50 persen mulai dari perencanaan, pembahasan sampai realisasi (dikutip dari serasehan anak negeri). Jika pemerintah berani untuk melakukan pemberantasan korupsi dan melakukan penyitaan kepada koruptor akan mampu meningkatakan APBN. Artinya adalah banyak cara yang harus dilakukan pemerintah ketika APBN defisit akibat subsidi BBM. Pernyataan pemerintah dengan alasan-alasan yang disampaikan terkait dengan kenaikan BBM Rp 6500/liter tidak beralasan.
Pertanyaan adalah kenaikan BBM kepentingan siapa?. Pada tahun 1997 bermula dari penandatanganan letter of intern dan IMF yang dilakukan oleh pemerintah indonesia pada masa kepemimpinan Soeharto. Reformasi kemudian melahirkan reformasi pada sektor energi.  Banyak kesepakatan dengan IMF yang dilakukan pemerintah Indonesia salah satunya adalah melakukan liberalisasi. Migas merupakan sektor yang diliberalisasikan.  Kuatnya pengaruh asing dalam kebijakan energi indonesia terbukti dengan munculnya UU No 22 tahun 2001. Kemunculan UU no 22 tahun 2001 adalah ketika UU ini kemudian semakin menguatkan cengkraman asing menguasai migas Indonesia.
Dapat kita lihat dari kronologis disahkannya UU no 22 Tahun 2001. Dimulai dari United States Agency For Internasional Development (USAID) yang melakukan perubahan regulasi pada sektor migas di Indonesia. Dua dokumen yang berjudul enegry sektor governance strenghened dan energi sektor reform. Pada energi sektor governance strenghened mulai dijalankan pada tahun fiskal 2000 dan selesai pada tahun fiskal 2004 disebutkan beberapa poin terkait dengan liberalisasi sektor energi dan migas di Indonesia. Kutipannya berbunyi sebagai berikut, Paragraf kedua, kalimat kedua dan keampat dukumen tersebut berbunyi. “mengurangi peran pemerintah sebagai regulator, mengurangi subsidi, dan mempromosaikan keterlibatan sektor swasta”.
Paragraf keempat USAID menyatakan keterlibatannya dan memberikan bantuan dan merombak regulasi energi indonesia bunyi kutipannya sebagai berikut, “USAID memberikan dana US$ 4 juta dalam bantuan langsung fiskal 2001 guna menguatkan pengaturan sektor energi untuk menciptakan sektor energi yang lebih efesien dan transpran.
Paragraf ketujuh dalam dokumen ini USAID secara langsung terlibat didalam memformulasikan kebijakan RUU migas yang baru, seperti dikutip berikut ini, “USAID membantu merancang legislasi katebijakan minyak dan gas yang baru diserahkan kepada DPR pada bulan Oktober 2000.” legislasi akan meningkatkan kompetisi dan efisiensi  dengan mengurangi peran perusahaan minyak negara dalam ekspolarasi dan produksi. Supaya tidak terjadi perdebatan terkai liberalisasi sektor energi. USAID melakukan pendekatan kepada dengan lembaga swadaya masyarakat dan perguruan tinggi seperti yang dikutip pada pragref sembilan. Pada tahu fiskal 2001, USAID merancang untuk menyediakan US$ 850 ribu untuk mendukung LSM-LSM dan Universitas dalam pengembangan program-program untuk peningkatan penyadaran dan mendukung keterlibatan pemerintah lokal dan publik atas isu-isu energi, termasuk pencabutan atas subsidi energi.
Untuk menjalankan reformasi kebijakan energi, maka USAID meminta bantuan kepada lembaga keuangan Internasional dan Regional seperti Bank Dunia dan ADB.  Dalam paragraf ketiga belas terungkap seperti dikutip, “Program-program donor lainnya USAID bekerja dengan ADB dan Bank Dunia dalam refomasi energi.”
Berdasarkan pemaparan di atas sangat jelas bahwa asing khususnya Amerika mempunyai peran besar dalam melakukan liberalisasi migas dan mencabut subsidi BBM pada rakyat.  Sampai dengan harga migas harus mengikuti harga pasar. UU no 22 tahun 2001 merupakan UU liberal mulai dari sektor hulu sampai hilir migas kita dikuasai asing. 80 persen asing menguasai migas nusantara ini. Asing khususnya Amerika punya kepentingan untuk menguasai energi untuk menggerakan industrinya. Apalagi energi memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan strategis. Dengan kenaikan BBM tentu BUMN seperti Pertamina akan bersaing harga dengan SPBU asing seperti Total, Shell, Petronas dll.
Maka kebijakan pemerintah menaikan harga BBM  memberikan bantuan tunai (BLT) sama dengan mencabut subsdi BBM untuk rakyat sangat kental intervensi  asing sesuai dengan permintaan asing melalui USAID dan menindas rakyat dan hilangnya kedaulatan negara atas energi. 

Oleh : Nofri Andri Yulan
Presiden Mahasiswa UNRI 2011-2012/KP KAMMI Riau