Social Icons

Minggu, 16 November 2014

Skenario Korupsi Walikota


Proyek pemindahan kantor Walikota Pekanbaru menelan anggaran tahun jamak sebesar Rp 1,4 Triliunan. Masyarakat harus lebih kritis terhadap pembangunan yang sarat dengan skenario busuk dari penguasa. Saya mencermati ada pelanggaran pada Permendagri Nomor 30 Tahun 2012. Pada pasal 4 menyebutkan syarat aspirasi masyarakat yang harus dilengkapi sebagai pengusul pemindahan ibu kota atau pusat pemerintahan. Selanjutnya syarat naskah akademik, surat Gubernur kepada Mendagri, keputusan DPRD, baru dikukuhkan dan disetujui oleh Presiden memalui Keputusan Presiden. Menjadi pertanyaan  adalah apakah pemindahan kantor Walikota telah sesuai dengan Permendagri tersebut. Tanya kepada rumput yang bergoyang.
Ketika saya diskusi dengan mantan Walikota Pekanbaru Bpk. H. Herman Abdullah beliau kurang setuju dengan rencana busuk Walikota H. Firdaus, ST.MT mengenai rencana pemindahan kantor Walikota. Beliau mempunyai pandangan bahwa kantor walikota sekarang masih relevan untuk dipertahankan. Pusat pemerintahan harus dekat dengan kecamatan yang ada. Jika kantor dipindahkan ke Tenayan Raya, tentu jauh diakses oleh masyarakat.  Kesulitan berurusan dan memperlambat birokrasi. Belum saatnya pemindahan kantor Walikota, karena kantor yang sekarang masih layak dan masih bisa direhab jika dibutuhkan. Ditambah lagi terletak ditengah-tengah kota. Kalau kita perhatikan daerah Kecamatan Tenayan Raya merupakan pusat industri. Di lokasi tersebut daerah rawan banjir, ada gas, dan terletak di ruang terbuka hijau.
Skenario busuk itu tidak lain untuk memperkaya diri sendiri dari Walikota Firdaus, ponakan, saudara dan kroni-kroninya. Ada indikasi Uang yang didapatkan dipergunakan untuk maju pada pemilihan Walikota periode selanjutnya. Perlu kita ketahui proyek multyears rawan praktek korupsi. Modus baru yang sudah diungkap KPK bahwa salah satu cara cepat dan besar mendapatkan uang  korupsi bagi penguasa dengan menciptakan proyek mercusuar dengan nilai fantastik. Sebagai contoh kasus korupsi PON dan kasus wisma atlet Hambalang.

Modus Mark Up Anggaran ala Walikota Firdaus. ST, MT
Modus yang dilakukan dengan tanah dibeli terlebih dahulu oleh Walikota Pekanbaru bersama kroninya dengan harga murah kemudian rencana pemindahan kantor disetujui oleh DPRD Kota Pekanbaru yaitu sekitar 51 % suara, yang sebagian diberi uang suap sebagian lagi ditekan oleh Walikota pekanbaru Karena merupakan anggota dari walikota Firdaus. ST,MT di Partai Demokrat, selanjutnya harga yang dikehendaki oleh Walikota Pekanbaru Firdaus.ST, MT dijustifikasi oleh BPK perwakilan Riau, appraisal dan tim diambil dari berbagai instansi, sebagai contoh ada tanah yang dibebaskan dari seseorang (Bakri) seluas lebih kurang 42 Ha yang dibayar oleh Walikota Pekanbaru Firdaus. ST, MT/kroni seharga 6 (enam) miliar Rupiah sudah termasuk komisi perantara dan Pemda Kota Pekanbaru untuk itu mengeluarkan uang ratusan Milyar Rupiah, dengan demikian terjadi mark up dalam pembebasan lahan.
Sampai sekarang sudah dikeluarkan uang kas daerah berkisar 400 Miliar Rupiah dan dari uang tersebut diprediksi telah dikorupsi sekitar 70 % dari total jumlah. Praktek korupsi dan kolusi akan berlanjut dalam pembangunan yang lainnya sebagaimana proyek-proyek yang ada di Kota Pekanbaru yang dikerjakan oleh KEPONAKAN, IPAR, SAUDARA DAN KRONI DARI WALIKOTA PEKANBARU FIRDAUS. ST, MT.