Proyek pemindahan kantor Walikota
Pekanbaru menelan anggaran tahun jamak sebesar Rp 1,4 Triliunan. Masyarakat
harus lebih kritis terhadap pembangunan yang sarat dengan skenario busuk dari
penguasa. Saya mencermati ada pelanggaran pada Permendagri Nomor 30 Tahun 2012.
Pada pasal 4 menyebutkan syarat aspirasi masyarakat yang harus dilengkapi
sebagai pengusul pemindahan ibu kota atau pusat pemerintahan. Selanjutnya
syarat naskah akademik, surat Gubernur kepada Mendagri, keputusan DPRD, baru
dikukuhkan dan disetujui oleh Presiden memalui Keputusan Presiden. Menjadi pertanyaan
adalah apakah pemindahan kantor Walikota
telah sesuai dengan Permendagri tersebut. Tanya kepada rumput yang bergoyang.
Ketika saya diskusi dengan mantan
Walikota Pekanbaru Bpk. H. Herman Abdullah beliau kurang setuju dengan rencana
busuk Walikota H. Firdaus, ST.MT mengenai rencana pemindahan kantor Walikota.
Beliau mempunyai pandangan bahwa kantor walikota sekarang masih relevan untuk
dipertahankan. Pusat pemerintahan harus dekat dengan kecamatan yang ada. Jika kantor
dipindahkan ke Tenayan Raya, tentu jauh diakses oleh masyarakat. Kesulitan berurusan dan memperlambat birokrasi.
Belum saatnya pemindahan kantor Walikota, karena kantor yang sekarang masih
layak dan masih bisa direhab jika dibutuhkan. Ditambah lagi terletak
ditengah-tengah kota. Kalau kita perhatikan daerah Kecamatan Tenayan Raya merupakan
pusat industri. Di lokasi tersebut daerah rawan banjir, ada gas, dan terletak
di ruang terbuka hijau.
Skenario busuk itu tidak lain untuk
memperkaya diri sendiri dari Walikota Firdaus, ponakan, saudara dan
kroni-kroninya. Ada indikasi Uang yang didapatkan dipergunakan untuk maju pada
pemilihan Walikota periode selanjutnya. Perlu kita ketahui proyek multyears
rawan praktek korupsi. Modus baru yang sudah diungkap KPK bahwa salah satu cara
cepat dan besar mendapatkan uang korupsi
bagi penguasa dengan menciptakan proyek mercusuar dengan nilai fantastik.
Sebagai contoh kasus korupsi PON dan kasus wisma atlet Hambalang.
Modus Mark Up Anggaran
ala Walikota Firdaus. ST, MT
Modus yang dilakukan dengan tanah
dibeli terlebih dahulu oleh Walikota Pekanbaru bersama kroninya dengan harga
murah kemudian rencana pemindahan kantor disetujui oleh DPRD Kota Pekanbaru yaitu
sekitar 51 % suara, yang sebagian diberi uang suap sebagian lagi ditekan oleh Walikota
pekanbaru Karena merupakan anggota dari walikota Firdaus. ST,MT di Partai Demokrat,
selanjutnya harga yang dikehendaki oleh Walikota Pekanbaru Firdaus.ST, MT
dijustifikasi oleh BPK perwakilan Riau, appraisal dan tim diambil dari berbagai
instansi, sebagai contoh ada tanah yang dibebaskan dari seseorang (Bakri) seluas
lebih kurang 42 Ha yang dibayar oleh Walikota Pekanbaru Firdaus. ST, MT/kroni
seharga 6 (enam) miliar Rupiah sudah termasuk komisi perantara dan Pemda Kota
Pekanbaru untuk itu mengeluarkan uang ratusan Milyar Rupiah, dengan demikian
terjadi mark up dalam pembebasan
lahan.
Sampai sekarang sudah dikeluarkan uang kas daerah berkisar
400 Miliar Rupiah dan dari uang tersebut diprediksi telah dikorupsi sekitar 70
% dari total jumlah. Praktek korupsi dan kolusi akan berlanjut dalam
pembangunan yang lainnya sebagaimana proyek-proyek yang ada di Kota Pekanbaru yang
dikerjakan oleh KEPONAKAN, IPAR, SAUDARA
DAN KRONI DARI WALIKOTA PEKANBARU FIRDAUS. ST, MT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar