Tahun 2013 merupakan tahun
politik, bertepatan tanggal 4 September 2013 ada pemilihan Gubernur di Provinsi
Riau. Siapa yang tidak menginginkan jabatan orang nomor satu di bumi lancang
kuning. Jabatan yang sangat prestisius dan terhormat. Momentum pemilihan
gubernur merupakan ajang kompetisi bagi partai politik untuk memajukan kader
terbaiknya menjadi gubernur Riau. Segala kekuatan akan digerakkan oleh partai
mulai dari tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan bahkan sampai ke desa-desa.
Mulai sekarang sudah menjadi keharusan bagi partai untuk mengerakkan mesin
partai. Semakin panas mesin partai bergerak, maka akan semakin kencang
kecepatannya untuk sampai kepada kemenangan.
Dari seluruh partai yang
ada yang paling menarik untuk diperhatikan adalah bagaimana dinamika di
internal Partai Golkar Riau menjelang pemilihan gubernur di Provinsi Riau.
Monuver politik, tensi politik, konstalasi politik sampai dengan
lemparan-lemparan isu yang kemudian memberikan wacana-wacana baru ke publik.
Masih ingat bagaimana musdalub Golkar yang dilaksanakan di kantor DPP Slipi Rabu
24 Oktober 2012 yang dilakukan untuk menggulingkan ketua DPD Golkar Indra
Mukhlis Adnan yang dilakukan oleh sembilan DPD II Golkar. Hasil musdalub dengan
terpilihnya Annas Maaamun secara aklamasi sebagai ketua DPD 1 Golkar menjadi
sebuah pertanyaan besar di kalangan publik yang sebelumnya beberapa nama sempat
digadang-gadangkan menjadi orang nomor satu di partai berlambang pohon beringin
seperti herman Abdullah, Syamsurizal, Sukarmis.
Penyusunan pengurus di bawah
kepemimpinan Annas Maamun juga tidak lepas dari kritik yang datang di internal kader-kader
Golkar. Seperti apa yang disampaikan oleh ketua DPP partai Golkar Rusli Zainal
yang mengkritisi tidak masuknya kader yang sudah mengakar di Golkar. Partai Golkar
sebagai partai pemenang pada pemilihan legislatif 2009 dengan jumlah kursi di DPRD
Prov 16 dan mengantarkan kader terbaiknya H.M. Rusli Zainal menjadi Gubenur
Riau. Sebagai partai besar sudah menjadi kewajaran ketika calon Gubernur yang
diusung oleh partai berlambang beringin ini menjadi rebutan.
Menyongsong pilgubri 2013
yang tinggal hitungan bulan seharusnya untuk konsolidasi internal partai Golkar
sudah harus siap. Segala daya upaya mulai dari insfrastruktur pemenangan dan
strategi sudah harus matang. Terpilihnya Annas Maamum tentu menjadi angin segar
bagi partai untuk kembali mengkonsolidasikan partai untuk lebih solid terutama menjelang
Pilgubri yang sudah didepan mata. Apalagi pasca Musdalub banyak kader-kader
tidak terkonsolidasikan dengan maksimal. Akan tetapi, tidak partai Golkar kalau
tidak berdinamika dan berkonflik di internalnya. Sampai sekarang masih menjadi perdebatan di internal kader
tentang siapa yang akan didukung oleh Golkar Riau untuk menjadi calon Gubernur.
Baru-baru ini manuver
politik Sukarmis ngeri-ngeri sedap kepada Annas Maamun yang mengatakan Annas terlalu
gaek (telah tua) dan tidak mendukung pencalonan Annas sebagai calon gubernur.
Statment Sukarmis yang juga ketua DPD I Partai Golkar Kuansing memunculkan
polemik baru di internal partai. Ditambah dengan dukungan dari DPD 1 Inhu yang
menginginkan mengusung Yopi Arianto yang juga DPD 1 Golkar Inhu tidak bisa
dipandang sebelah mata sebagai calon Gubernur Riau.
Pilgubri merupakan ajang
pesta demokrasi daerah, tidak ada halangan bagi siapa yang ingin maju untuk
manjadi orang nomor satu bumi lancang kuning. Sebelumnya Herman Abdullah telah
mendeklarasikan diri maju menjadi calon gubernur menggunakan perahu di luar
golkar. Indra Mukhlis Adnan juga masih mempunyai niat maju menjadi gubernur. Di
internal golkar sendiri masih terjadi faksi-faksi pengaruh dari kader-kader
senior yang telah mangakar yang tidak mendapat tempat di golkar. Dengan kondisi
seperti ini mampukah Golkar menjadi partai nomor wahid di bumi lancang kuning?.
Teka-teki ini tentu harus dijawab oleh kader Golkar sendiri.
Yang menjadi pertanyaan
adalah kenapa konfik di internal partai belambang beringin terus terjadi menjeleng Pilgubri 2013?. Saya punya padangan
bahwa partai masih belum demokratis dalam penentuan calon. Parpol masih sangat
oligarki, semua berporos kepada pemimpin. Seakan-akan yang berhak menjadi
Gubernur itu adalah ketua DPD I Golkar Riau. Padahal tidak semua kader berhak
maju. Yang menjadi permasalahan adalahh proses penetapan calon yang mesih
menggunakan pradigma lama. Kalau partai berani untul melakukan kovensi di
internal partai siapa yang akan diusung menjadi calon gubernur tentu ini lebih
baik. Wujud dari partai yang lebih demokratis. Proses demokrasi di internal
partai sebagai wadah bagi partai mendengarkan suara kader dan masyarakat, artinya
partisipasi publik itu penting agar kemudian calon yang diusung memang keinginan
kader dan masyarakat.
Konflik di internal partai
Golkar ini tentu harus dekelolah dengan baik. Resolusi konflik merupakan tugas
pokok partai. Ketika konflik dikelola dan kemudian mampu mensolidkan kader
untuk menyongsong kemenangan tentu konflik sangat baik. Akan tetapi ketika
konflik yang ada di internal partai tidak kemudian membuat kader partai semakin tidak solid bahkan lari ke lain
hati tentu konflik seperti ini mendatangkan kerugian. Implikasi lebih besar,
jika dalam kampanye Pilgubri terjadi benturan internal diinternal Golkar, bukan
mustahil kader senior yang maju menggunakan para pendukung dari internal partai
Golkar sendiri.
Sebagai partai besar yang
sarat dengan pengalaman dalam mengelola konflik dan dinamika kita berharap
partai Golkar mampu untuk melakukan rekonsilisasi kader untuk satu suara dalam
mendukung calon yang akan diusung menjadi calon gubernur. Ketidakmampuan mengelola konflik ini. Di internal partai Golkar juga menunjukkan
kepentingan individu pengurus sangat besar. Kalau problem itu tidak segera
diselesaikan, dampaknya akan besar bagi persiapan menghadapi kemenagan.
Dalam menentukan calon
setidaknya mempertimbngankan aspek popularitas, elektabilitaas, dan aksebilitas
dari calon yang akan diusung, siapapun calon yang akan dimajukan tentu harus
mempunya aspek yang disebutkan diatas. Selain juga calon harus memiliki
integritas dan kapasitas. Partai politik punya cara untuk menguji calonnya yang akan
dimajukan menjadi calon Gubernur. Biasanya survei yang dilakukan oleh partai yang kemudian
hasilnya menjadi pertimbangan atau dengan cara hasil kovensi daerah untuk
direkomendasikan ke DPP . Untuk mengwujudkan pemimpin berkualitas tentu DPP
Golkar lebih demokratis untuk menetapkan calon. Masyarakat Riau menunggu siapa
calon yang akan diusung oleh partai pemenang Pemilu 2009 yaitu partai Golkar.
Semoga…
Oleh: Nofri Andri Yulan
Mantan Presiden Mahasiswa/KP KAMMI RIAU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar