Isu korupsi telah menjadi topic pembahasan menarik dikalangan
pejabat, elit, mahasiswa bahkan masyarakat awam sekalipun. Bicara korupsi tidak
akan pernah habisnya. Isu korupsi telah menjadi opini public karena setiap hari
masyarakat dipertontonkan dengan pemberitaan korupsi. Di satu sisi public tercerahkan
dengan pemberitaan korupsi, akan tetapi informasi korupsi yang didapatkan tidak
sebanding dengan usaha konsolidasi isu yang mampu memberikan kesadaran bersama untuk
tidak melakukan korupsi.
Menurut Transparency Internasional (TI) Indonesia merupakan Negara
terkorup didunia berada pada posisi 130 di antara 160 negara. Posisi ini mengambarkan
bahwa Indonesia tidak lebih baik dari pada Negara benua Afrika, seperti Togo,
Burundi, Ethiopia, Rebublik Afrika Tengah, Zimbabwe dan Negara tetangga Papua
Nugini. Pada masa orde baru praktek korupsi dilakukan oleh penguasa dan lingkaran
kekuasaan. Pasca reformasi dan otonomi daerah, praktek korupsi tidak hanya terjadi
di pusat pemerintahan, akan tetapi sudah terdistribusi ke daerah. Dengan kata
lain telah terjadi desentralisasi korupsi.
Dari banyaknya pola, cara dan motif korupsi yang dilakukan, korupsi
yang paling memprihatinkan pada saat ini adalah korupsi politik. Korupsi politik
adalah praktek korupsi yang dilakukan oleh perilaku politik, partai politik melalui
kebijakan politik yang merugikan keuangan Negara. Korupsi politik dilakukan oleh
kader-kader partai yang notabenenya orang politik baik yang menjadi kepala daerah,anggota
dewan bahkan menteri.
Berdasarkan pantauan ICW semester 1 tahun 2008 para anggota dewan dan
mantan anggota yang banyak menjadi terdakwa urutan pertama sebanyak 92 orang. Data
pelaku koruptor yang ditangani KPK tercatat anggota DPR/DPRD peringkat pertama sebanyak
43 orang dari tahun 2004-2010. Data global
corruption barometer menempati partai dan parlemen sebagai urutan teratas melakukan
praktek korupsi. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan terdapat 155
kepala daerah tersangka korupsi, 16 orang diantaranya adalah Gubernur. Dari
data di atas sangat menggambarkan bahwasanya korupsi yang dilakukan oleh elit politik
dengan menggunakan kekuasaan dan wewenang untuk melakukan praktek korupsi.
Menurut Emerson Yuntho ada beberapa faktor yang mendorong elit politik
khususnya kepala daerah melakukan korupsi. Pertama, ongkos politik yang dikeluarkan
begitu besar. Sudah menjadi rahasia umum untuk menjadi kepala daerah kandidat mengeluarkan
uang miliaran rupiah.Uang ini digunakan untuk mendapatkan dukungan dari partai politik,
kepentingan kampanye, biaya tim sukses, honor saksi dan lain-lain. Dana politik
yang dikeluarkan calon tidak sebanding dengan gaji yang didapatkan, maka korupsi
menjadi pilihan. Kedua, terbuka peluang untuk melakukan korupsi. Cara yang
dilakukan adalah memanfaatkan celah regulasi yang biasa dipakai untuk penyimpangan
anggaran seperti pengelembungan dana proyek, penggunaan dana ABPD untuk kepentingan
pribadi modus yang dipakai menggunakan uang bansos. Ketiga, lemahnya pengawasan
ditingkat daerah.
Pada sisi yang lain ulah pejabat publik yang juga berasal dari partai
politik tingkah lakunya tidak jauh berbeda dengan kepala daerah yaitu anggota dewan.
Anggota dewan tidak lagi memperjuangankan kepentingan rakyat, tapi malah melakukan
praktek korupsi. Dari data di atas memberikan gambaran bahwa anggota dewan juga
merupakan dalang koruptor. Modus yang dilakukan anggota dewan untuk korupsi adalah
melakukan mark up anggaran, pendapatan ganda (double budget), merekayasa sumber
penerimaan ilegal (mengada-adakan sumber penerimaan) dan pengeluaran fiktif. Contoh
kasus seperti korupsi wisma atlet, Hambalang, PON, dan kasus korupsi pengadaan barang
dan jasa yang melibatkan beberapa orang kepala daerahGubernur Sumut Syamsul Arfiin,
Gubernur Nangroe Aceh Darussalam Abdullah Puteh, Gubernur Kalimantan Timut
Suwarna Abdullah Fattah, Bupati Kutai Kartanegara Syaukani, Gubernur Kepulauan
Riau Ismeth Abdullah, Gubernur Kalimantan Selatan Sjahriel Darham, Gubernur
Riau 1998-2003 Saleh Djasit, Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan.
Dari kasus korupsi yang ada, dapat dilihat dari terdakwa yang
terseret kasus korupsi kebanyakan merupakan kader- kader partai. Melihat parahnya
korupsi politik yang dilakukan oleh orang politik yang menduduki jabatan strategis
tentu ini harus menjadi perhatian serius partai politik.
Kasus korupsi politik sudah sangat mengkhawatirkan bahkan dapat mangancam
eksistensi Negara. Akar persoalaan ini terletak kepada partai politik karena partai
yang mempunyai kader yang duduk pada jabatan-jabatan politik menjadi kepala daerah
dan anggota dewan. Maka partai politik harus melakukan reformasi agar kemudian pejabat
public yang tercipta bersih dari korupsi. Partai politik sudah saatnya melakukan
rekruitmen kader partai dengan mengedepankan idealisme. Dengan cara melakukan
fit and proper test sehingga terciptanya kader partai yang memiliki integritas.
Tidak kemudian rekrutmen dilakukan mengedepankan pragmatism suara dan uang. Dalam
penentuan calonpun jual beli perahu yang dilakukan partai politik dengan uang miliaran
sudah seharusnya dihindari karena proses ini yang mengakibatkan kepala daerah korupsi.
Partai politik harus berani transparansi anggaran kepada pubilk. Menyampaikan sumber
anggaran dari mana saja, lebih baik lagi partai bekerjasama dengan KPK dengan
LSM untuk melakukan audit keuangan partai agar lebih transparan. Partai harus instruksikan
kader- kadernya untuk melaporkan harta kekayaanya kalau tidak akan diberikan sanksi
yang tegas. Menilik harta kekayaan, dari laporan KPK awal Juli lalu menyebutkan
sebanyak 128 diantara 650 anggota dewan tidak melaporkan harta kekayaannya.
Komitmen berbenah ini tentu harus mulai dari ketua partainya mulai dari
tingkat pusat sampai tingkat daerah. Korupsi bisa berakhir di Negara ini ketika
partai politik melakukan reformasi total dari sistem sampai mental kadernya.
Kita sadari korupsi politik pada hari ini yang banyak merugikan Negara. Karena kader-kader
partai menempati jabatan strategis yang sehat dengan lumbung uang.
Publik masih menitipkan secercah harapan kepada
partai politik untuk melakukan perubahan. Walau bagaimana pun sistem demokrasi memberikan
kesempatan untuk partai politik bertarung.Reformasi partai politik harga mati untuk
perbaikan kondisi rakyat karena kepentingan rakyat dikeluarkan dalam bentuk kebijakan
yang dirumuskan pada lembaga. Negara pemerintahan dan DPR/DPRD yang diduduki oleh
kader-kader partai politik. Apa jadinya rakyat kalau wakil rakyat bermental koruptor.
Partai politik bersih Negara selamat dari korupsi dan rakyat merasakan kesejahteraan.
Oleh : Nofri Andri Yulan
Mantan Presiden Mahasiswa /KP PD KAMMI Riau