Social Icons

Senin, 10 Desember 2012

Refleksi Hari Anti Korupsi: "Korupsi dan PartaiPolitik"

Isu korupsi telah menjadi topic pembahasan menarik dikalangan pejabat, elit, mahasiswa bahkan masyarakat awam sekalipun. Bicara korupsi tidak akan pernah habisnya. Isu korupsi telah menjadi opini public karena setiap hari masyarakat dipertontonkan dengan pemberitaan korupsi. Di satu sisi public tercerahkan dengan pemberitaan korupsi, akan tetapi informasi korupsi yang didapatkan tidak sebanding dengan usaha konsolidasi isu yang mampu memberikan kesadaran bersama untuk tidak melakukan korupsi.
Menurut Transparency Internasional (TI) Indonesia merupakan Negara terkorup didunia berada pada posisi 130 di antara 160 negara. Posisi ini mengambarkan bahwa Indonesia tidak lebih baik dari pada Negara benua Afrika, seperti Togo, Burundi, Ethiopia, Rebublik Afrika Tengah, Zimbabwe dan Negara tetangga Papua Nugini. Pada masa orde baru praktek korupsi dilakukan oleh penguasa dan lingkaran kekuasaan. Pasca reformasi dan otonomi daerah, praktek korupsi tidak hanya terjadi di pusat pemerintahan, akan tetapi sudah terdistribusi ke daerah. Dengan kata lain telah terjadi desentralisasi korupsi.
Dari banyaknya pola, cara dan motif korupsi yang dilakukan, korupsi yang paling memprihatinkan pada saat ini adalah korupsi politik. Korupsi politik adalah praktek korupsi yang dilakukan oleh perilaku politik, partai politik melalui kebijakan politik yang merugikan keuangan Negara. Korupsi politik dilakukan oleh kader-kader partai yang notabenenya orang politik baik yang menjadi kepala daerah,anggota dewan bahkan menteri.
Berdasarkan pantauan ICW semester 1 tahun 2008 para anggota dewan dan mantan anggota yang banyak menjadi terdakwa urutan pertama sebanyak 92 orang. Data pelaku koruptor yang ditangani KPK tercatat anggota DPR/DPRD peringkat pertama sebanyak 43 orang dari tahun 2004-2010. Data global corruption barometer menempati partai dan parlemen sebagai urutan teratas melakukan praktek korupsi. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan terdapat 155 kepala daerah tersangka korupsi, 16 orang diantaranya adalah Gubernur. Dari data di atas sangat menggambarkan bahwasanya korupsi yang dilakukan oleh elit politik dengan menggunakan kekuasaan dan wewenang untuk melakukan praktek korupsi.
Menurut Emerson Yuntho ada beberapa faktor yang mendorong elit politik khususnya kepala daerah melakukan korupsi. Pertama, ongkos politik yang dikeluarkan begitu besar. Sudah menjadi rahasia umum untuk menjadi kepala daerah kandidat mengeluarkan uang miliaran rupiah.Uang ini digunakan untuk mendapatkan dukungan dari partai politik, kepentingan kampanye, biaya tim sukses, honor saksi dan lain-lain. Dana politik yang dikeluarkan calon tidak sebanding dengan gaji yang didapatkan, maka korupsi menjadi pilihan. Kedua, terbuka peluang untuk melakukan korupsi. Cara yang dilakukan adalah memanfaatkan celah regulasi yang biasa dipakai untuk penyimpangan anggaran seperti pengelembungan dana proyek, penggunaan dana ABPD untuk kepentingan pribadi modus yang dipakai menggunakan uang bansos. Ketiga, lemahnya pengawasan ditingkat daerah.
Pada sisi yang lain ulah pejabat publik yang juga berasal dari partai politik tingkah lakunya tidak jauh berbeda dengan kepala daerah yaitu anggota dewan. Anggota dewan tidak lagi memperjuangankan kepentingan rakyat, tapi malah melakukan praktek korupsi. Dari data di atas memberikan gambaran bahwa anggota dewan juga merupakan dalang koruptor. Modus yang dilakukan anggota dewan untuk korupsi adalah melakukan mark up anggaran, pendapatan ganda (double budget), merekayasa sumber penerimaan ilegal (mengada-adakan sumber penerimaan) dan pengeluaran fiktif. Contoh kasus seperti korupsi wisma atlet, Hambalang, PON, dan kasus korupsi pengadaan barang dan jasa yang melibatkan beberapa orang kepala daerahGubernur Sumut Syamsul Arfiin, Gubernur Nangroe Aceh Darussalam Abdullah Puteh, Gubernur Kalimantan Timut Suwarna Abdullah Fattah, Bupati Kutai Kartanegara Syaukani, Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah, Gubernur Kalimantan Selatan Sjahriel Darham, Gubernur Riau 1998-2003 Saleh Djasit, Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan.
Dari kasus korupsi yang ada, dapat dilihat dari terdakwa yang terseret kasus korupsi kebanyakan merupakan kader- kader partai. Melihat parahnya korupsi politik yang dilakukan oleh orang politik yang menduduki jabatan strategis tentu ini harus menjadi perhatian serius partai politik.
Kasus korupsi politik sudah sangat mengkhawatirkan bahkan dapat mangancam eksistensi Negara. Akar persoalaan ini terletak kepada partai politik karena partai yang mempunyai kader yang duduk pada jabatan-jabatan politik menjadi kepala daerah dan anggota dewan. Maka partai politik harus melakukan reformasi agar kemudian pejabat public yang tercipta bersih dari korupsi. Partai politik sudah saatnya melakukan rekruitmen kader partai dengan mengedepankan idealisme. Dengan cara melakukan fit and proper test sehingga terciptanya kader partai yang memiliki integritas. Tidak kemudian rekrutmen dilakukan mengedepankan pragmatism suara dan uang. Dalam penentuan calonpun jual beli perahu yang dilakukan partai politik dengan uang miliaran sudah seharusnya dihindari karena proses ini yang mengakibatkan kepala daerah korupsi. Partai politik harus berani transparansi anggaran kepada pubilk. Menyampaikan sumber anggaran dari mana saja, lebih baik lagi partai bekerjasama dengan KPK dengan LSM untuk melakukan audit keuangan partai agar lebih transparan. Partai harus instruksikan kader- kadernya untuk melaporkan harta kekayaanya kalau tidak akan diberikan sanksi yang tegas. Menilik harta kekayaan, dari laporan KPK awal Juli lalu menyebutkan sebanyak 128 diantara 650 anggota dewan tidak melaporkan harta kekayaannya.
Komitmen berbenah ini tentu harus mulai dari ketua partainya mulai dari tingkat pusat sampai tingkat daerah. Korupsi bisa berakhir di Negara ini ketika partai politik melakukan reformasi total dari sistem sampai mental kadernya. Kita sadari korupsi politik pada hari ini yang banyak merugikan Negara. Karena kader-kader partai menempati jabatan strategis yang sehat dengan lumbung uang.
Publik masih menitipkan secercah harapan kepada partai politik untuk melakukan perubahan. Walau bagaimana pun sistem demokrasi memberikan kesempatan untuk partai politik bertarung.Reformasi partai politik harga mati untuk perbaikan kondisi rakyat karena kepentingan rakyat dikeluarkan dalam bentuk kebijakan yang dirumuskan pada lembaga. Negara pemerintahan dan DPR/DPRD yang diduduki oleh kader-kader partai politik. Apa jadinya rakyat kalau wakil rakyat bermental koruptor. Partai politik bersih Negara selamat dari korupsi dan rakyat merasakan kesejahteraan.
 
Oleh : Nofri Andri Yulan
Mantan Presiden Mahasiswa /KP PD KAMMI Riau

Tidak ada komentar:

Posting Komentar